Sedikitnya 10 bahasa daerah di Papua dan Maluku Utara
ditengarai punah dan 32 lainnya terancam punah. Pembinaan serta
pengembangan bahasa oleh pemerintah daerah dan penutur asli mendesak di
lakukan untuk menyelamatkan bahasa daerah.
Bahasa daerah merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa kita.
Suku-suku yang tersebar di berbagai kepulauan nusantara mempunyai
bahasa daerah masing-masing yang merupakan identitas mereka. Namun
perkembangan zaman membuat bahasa daerah ini kian terpinggirkan.
Pemakain bahasa daerah dirasa kampungan dan tidak bergengsi. Tak heran
jika kemudian banyak generasi muda yang tidak lagi mampu berbahasa
daerah.
Di seluruh wilayah Jawa Barat, termasuk yang berbatasan dengan Jakarta,
seperti Bekasi, Cibinong (Bogor), Depok, bahasa sunda masih diajarkan
di sekolah-sekolah. Pelajaran bahasa sunda adalah salah satu pelajaran
tersulit buat siswa, setidaknya ini menurut anak-anak di lingkunganku.
Lingkungan tempat tinggal mereka, meskipun berada di wilayah Jawa Barat
namun tidak lagi umum menggunakan bahasa sunda. Bahasa sunda hanya di
gunakan oleh segelintir orang-orang tua. Keseharian mereka berbahasa
Indonesia dengan dialek Jakarta.
Untuk Daerah-daerah di Jawa Barat yang relatif agak jauh dari Jakarta,
memang bahasa sunda masih digunakan sebapai bahasa pengantar
sehari-hari. Sehingga untuk pelajaran bahasa sunda mungkin tidaklah
sesulit di daerahku ini. Anak-anak didaerah sukabumi, cianjur,bandung,
sumedang dan beberapa daerah lainnya, masih fasih berbahasa sunda.
Banyak hal yang membuat bahasa sunda di daerahku tidak lagi banyak di
gunakan. Salah satunya adalah masyarakat yang semakin heterogen, dengan
berbagai macam etnis dalam satu wilayah, membuat bahasa sunda dirasa
kurang efektif. Perkawinan campur antar etnis juga membuat bahasa ibu
jarang diajarkan kepada anak.
Alhasil, orang sunda pun akhirnya gagap dalam berbahasa sunda.
Pelajaran bahasa sunda di sekolah menjadi beban tersendiri bagi siswa.
Orang tua sebagai tempat bertanyapun sudah banyak yang lupa dengan
bahasa ibu mereka. Sumi pembantu di sebelah rumahku, yang asli
Sukabumi akhirnya laku di panggil oleh para orang tua yang anaknya
kesulitan mengerjakan PR bahasa sunda.
Banyak Orangtua didaerahku menganggap bahasa sunda tidak lagi sebagai
pelajaran yang penting. Mereka lebih suka mengajarkan bahasa asing
sedini mungkin kepada anak-anak mereka. Tak heran bila anak-anak Tk
didaerahku lebih fasih menyebut white, buffalo, eyes dibandingkan
bodas, munding atau soca. Buat orang tua, anak yang mengerti bahasa
inggris tentu jauh lebih membanggakan dibandingkan dengan anak yang
bisa bahasa sunda. Nilai jelek bahasa sunda di raport pun mengalami
pemakluman
“ nilai merah, bahasa sunda sih ngak apa-apak nak”, begitu biasanya mereka berkata.
Kelestarian suatu bahasa seseunguhnya terletak pada orang-orang yang
menggunakannya. Kepunahan suatu bahasa adalah hal yang biasa terjadi.
Sudah banyak bahasa di seluruh dunia yang punah karena tidak lagi ada
yang bisa menggunakannya. Globaslisasai dengan segala segi positif dan
negative nya turut pula memberi andil punahnya bahasa-bahasa minoritas
diseluruh dunia.
Memggunakan bahasa daerah bukan berarti tidak nasionalis. Bahasa daerah
adalah kekayaan budaya yang sudah seharusnya di lestarikan seperti
juga produk-produk kebudayaan lainnya. Bahasa daerah memperkaya
khasanah bahasa nasional.
Keluarga adalah benteng terakhir kelestarian suatu bahasa. Jika orantua
tidak lagi mengajarkan bahasa daerah kepada anak-anaknya maka dapat
dipastikan kepunahan bahasa tersebut tinggal menunggu waktu saja.
Anak-anak yang tidak menguasai bahasa ibu mereka sudah pasti kelak
tidak akan mengajarkannya lagi kepada keturunannya.
0 comments: (+add yours?)
Post a Comment