Seni,
sebuah kata yang selalu mengalami perluasan makna seiring zaman. Seolah
ingin mengikuti, makna seni sudah lebih jauh berkembang dari sekedar
melukis, memahat atau mencipta benda. Kompleksitas suatu masyarakat dari
masa ke masa, pun berujung pada kompleksitas seni itu sendiri.
Mencoret-coret dinding rumah hingga ‘skill’ bisa dianggap seni.
Berbicara, mendengar hingga merasa tak kalah ingin dikategorikan sebuah
seni. Tanpa batasan, tanpa kekangan, seni pun berkembang dari sebuah
ekslusifitas menjadi teman sehari-hari dalam menjalani kehidupan. Seni
tidak lagi di monopoli kaum tertentu. Ia pun sudah menjadi gaya dan
tindakan setiap orang, berkembang dan berjalan searus kehidupan.
Namun,
ironi kadangkala muncul ketika hal khusus menjadi umum. Seni pun
semakin memasyarakat, semakin banyak yang merasa tindakan suatu individu
bisa dikategorikan suatu seni. Seni menjadi pasaran, tidak mendalam,
dan kehilangan roh nya. Estetika dari seni tidak lagi diindahkan, tidak
pula dirasa menjadi hal yang sakral dalam suatu tindakan seni. Seni ‘umum’
sering berdalih bahwa “yang penting berkarya, toh kita juga ikut
memajukan seni”. Karya seni yang dulu ekslusif dengan pengagungan tinggi
pun terberai dalam karya-karya pasaran. Kenapa?
Menjamur dan kian memasyarakat adalah suatu kemajuan, namun juga miris. Komersialitas
seni sering menjadi kambing hitam. Dahulu, sebuah seni hanya bisa
dijangkau oleh para bangsawan. Koleksi seni-seni bernilai tinggi pun
berada di kandang-kandang kastil para bangsawan, dan juga menjadi
pemanis koleksi museum kenegaraan. Penghargaan pada karya seni tersebut
pun berharga tinggi, menggiurkan mata dari para awam seni untuk mencoba
dan mencipta suatu seni. Komersialitas tinggi suatu seni
merangsang orang-orang untuk mereplikasikan dirinya menjadi seniman
untuk motif komersial, bukan motif estetika absolut.
Jamur
pun akan hidup sehat beranak-pinak saat udara lembab, mendukung untuk
tumbuh. Pun demikian seni, perkembangan teknologi membuat seni semakin
mudah. Untuk siapa saja, di mana saja dan cara-cara yang semakin praktis
dan murah. Alat-alat yang tidak dimiliki zaman sebelumnya, kini dengan
mudah dijangkau. Bahan material untuk membuat karya pun dengan mudah di
dapat. Memang teknologi semakin mempermudah segala hal, seni pun menjadi
imbas dari kemajuan tersebut.
Yang
tak kalah pentingnya dalam perkembangan seni yang semakin besar dan
memasyarakat adalah aktualisasi diri. Aktualisasi diri berkembang dari
berbagai arah psikologis. Imitasi, mencontoh, ‘ingin seperti’,
pengetahuan baru hingga pembuktian adalah hal-hal yang mendorang setiap
orang untuk mengaktualisasikan dirinya. Seni adalah hal yang paling
mudah dilakukan. Pelampiasan yang paling baik, ampuh dan bisa langsung
dilihat orang lain.
Idealisme,
komersialitas dan seni. Konsekuensi logis dari penggabungan dua dari 3
hal tersebut akan selalu memberi dampak. Ketika kita ingin seni selalu
bermandikan idealisme, maka bisa jadi kebebasan kreativitas akan menjadi
tumpul, terbatasi oleh idealisme itu sendiri. Pun berkurangnya karya
seniman untuk masyarakat akan terjadi. Tak kalah buruknya pula jika kita
ingin mengaduk komersialitas dan seni. Bagai lebah di kebun bunga. Seni
akan semakin banyak diproduksi, namun komersialitas lah yang menjadi
tujuan, estetika tak peduli.
0 comments: (+add yours?)
Post a Comment