"BEJANA TANAH LIAT"

0 comments

William seorang penasehat kerajaan yg disegani karena kebijaksanaannya, raja sangat memperhatikan perkataan & nasehatnya. wajah buruk & tubuhnya yg bongkok membuat putri raja iri & bertanya sambil mengejek : " Jika engkau bijaksana, beritahu aku mengapa Tuhan menyimpan kebijaksanaan-NYA dalam diri org yg buruk rupa & bongkok ".

William balik bertanya : " Apakah ayahmu mempunyai anggur ?" , " Semua org tahu ayahku mempunyai anggur terbaik, pertanyaan bodoh macam apa itu" , putri raja menyahut sinis.
" Dimana ia meletakkannya ?" William bertanya lagi, "Yg pasti didalam bejana tanah liat" . mendengar itu William tertawa. " Seorang raja yg kaya akan emas dan perak seperti ayahmu menggunakan bejana tanah liat ?" mendengar itu putri raja berlalu meninggalkannya dengan rasa malu, ia segera memerintahkan pelayan memindahkan semua anggur yg ada di istana dari dalam bejana tanah liat ke dalam bejana dari emas & perak.

Suatu hari raja mengadakan perjamuan bagi para tamu kerajaan, alangkah kagetnya ia karena anggur yg diminumnya rasanya sangat asam, lalu dengan geram ia memanggil semua pelayan istana yg kemudian menceritakan bahwa anggur yg disuguhkan tadi berasal dari bejana emas dan perak atas instruksi putri raja sendiri, lalu raja menegur keras perilaku putrinya itu.
putri raja berkata kepada William, " Mengapa engkau menipu aku, aku memindahkan semua anggur ke bejana emas tapi hasilnya semua anggur jadi terasa asam. "Dengan ringan William menjawab : " Sekarang engkau tahu mengapa Tuhan lebih suka menempatkan kebijaksanaan dalam wadah yg sederhana, kebijaksanaan itu sama seperti anggur, ia hanya cocok dalam bejana dari tanah liat."

Ketika Tuhan mencari sarana yg ingin dipakai-NYA, ia tidak harus mencari yg terbuat dari emas, tetapi dari tanah liat yg sederhana.
Siapapun kamu saudaraku!!!


" Karena itu rendahkanlah dirimu dibawah tangan Tuhan yg kuat, supaya kamu ditinggikan-NYA pada waktunya."


Anak Muda. Apa Saja Tantangannya?

0 comments

Bagaimana menurut Anda? Apakah tantangan yang dihadapi kaum muda generasi sekarang lebih sulit dibanding tantangan pada zaman dahulu? Jika Anda menjawab tidak, Anda mungkin merasa bahwa kaum remaja sekarang adalah kelompok yang paling beruntung dibanding kelompok orang muda mana pun dalam sejarah.

Di banyak negeri, obat-obat mengatasi berbagai penyakit yang dulunya merampas kesehatan dan kehidupan anak muda. Berkat teknologi, muncullah alat-alat dan mainan elektronik yang hanya bisa dibayangkan oleh generasi-generasi sebelumnya. Dan, perkembangan ekonomi telah mengentaskan jutaan keluarga dari kemiskinan. Memang, banyak sekali orang tua yang bekerja keras supaya anak-anak mereka dapat menikmati kondisi hidup serta kesempatan pendidikan yang mereka sendiri dulu tidak nikmati

Semakin Terasing

Di film, TV, dan majalah, kaum muda digambarkan selalu dikelilingi sekelompok teman yang bersahabat sejak masa sekolah sampai dewasa. Bagi sebagian besar remaja kenyataannya tidak seperti itu.

Peneliti Barbara Schneider dan David Stevenson, yang menganalisis wawancara dengan ribuan anak muda di Amerika Serikat, mendapati bahwa ”relatif sedikit siswa yang secara konsisten memiliki sahabat karib yang sama atau sekelompok kecil sahabat seiring dengan berlalunya waktu”. Banyak anak muda ”tidak mempunyai hubungan dekat dengan orang lain dan tidak mempunyai banyak sahabat yang nyaman diajak bicara tentang berbagai masalah atau diajak berbagi ide”, kata Schneider dan Stevenson.

Kalaupun punya sahabat, para remaja tampaknya tidak banyak waktu untuk digunakan bersama. Sebuah penelitian besar-besaran di Amerika Serikat mendapati bahwa kebanyakan remaja menggunakan kira-kira 10 persen dari waktu mereka untuk bertemu langsung dengan teman-teman, namun hingga 20 persen dari waktu mereka digunakan seorang diri—lebih banyak dibanding waktu bersama keluarga atau teman. Mereka makan sendirian, bepergian sendirian, mencari hiburan sendirian.

Tren mengasingkan diri ini bertambah parah seiring dengan maraknya peralatan elektronik. Misalnya, pada tahun 2006, majalah Time melaporkan bahwa anak-anak muda di Amerika antara usia 8 dan 18 tahun menggunakan, rata-rata, enam setengah jam sehari dengan mata terpaku pada TV, telinga disumbat earphone, atau tangan memegang joystick video-game atau papan ketik komputer.*

Tentu saja, generasi ini bukan yang pertama menghabiskan waktu berjam-jam untuk menikmati musik atau bermain game. Namun, banyaknya jumlah waktu yang sekarang digunakan bersama peralatan elektronik ketimbang untuk berinteraksi dengan keluarga bisa merusak. Peneliti Schneider dan Stevenson mengatakan, ”Anak muda melaporkan bahwa mereka memiliki harga diri yang lebih rendah, lebih tidak bahagia, lebih sedikit menikmati apa yang sedang mereka lakukan, dan merasa kurang aktif sewaktu berada sendirian.”
 
Ditekan untuk Berhubungan Seks 
 
Kaum remaja dan bahkan praremaja mendapat tekanan berat untuk mencoba-coba seks. Nathan, seorang pemuda yang tinggal di Australia, mengatakan, ”Kebanyakan anak yang aku kenal di sekolah mulai berhubungan seks pada usia antara 12 dan 15 tahun.” Vinbay, seorang wanita muda yang tinggal di Meksiko, mengatakan bahwa seks bebas sangat umum di kalangan kaum muda di sekolahnya. ”Mereka yang tidak berhubungan seks dianggap aneh,” katanya. ”Seks bebas begitu umum di kalangan temanku sampai-sampai tidak cukup sekadar menolak satu kali,” kata Ana, gadis berusia 15 tahun yang tinggal di Brasil. ”Kita harus berulang kali menolak ajakan.” 
 
Para peneliti di Inggris menyurvei seribu anak muda yang usianya berkisar antara 12 dan 19 tahun dan yang berasal dari berbagai latar belakang. Mereka mendapati bahwa hampir 50 persen dari kaum muda sering terlibat salah satu bentuk kegiatan seksual. Lebih dari 20 persen di antaranya masih berusia 12 tahun! Dr. Dylan Griffiths, yang mengawasi riset itu, mengatakan, ”Pembatasan yang secara turun-temurun diberlakukan oleh keluarga, Gereja, dan lembaga-lembaga lain sudah lenyap, sehingga kaum mudalah yang menjadi korban.” 
 
Apakah anak muda yang mencoba-coba seks benar-benar menjadi ”korban”? Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada tahun 2003, peneliti Rector, Noyes, dan Johnson melihat hubungan langsung antara kegiatan seksual remaja, depresi, dan meningkatnya kemungkinan upaya bunuh diri. Mereka menganalisis wawancara dengan 6.500 remaja dan mendapati bahwa ”anak perempuan yang berhubungan seks cenderung mengalami depresi tiga kali lipatnya anak perempuan yang tidak berhubungan seks”. Dan, anak lelaki ”yang berhubungan seks cenderung mengalami depresi dua kali lipatnya anak lelaki yang tidak berhubungan seks”.
 
Menurut sebuah penelitian, anak perempuan yang mencoba-coba seks cenderung mengalami depresi tiga kali lipatnya anak perempuan yang tidak melakukannya 
 
Keluarga yang Berantakan
 
Anak muda di Amerika Serikat telah mengalami pesatnya perubahan-perubahan struktur keluarga dan bergesernya nilai-nilai. ”Dalam beberapa dekade belakangan ini, ada beberapa perubahan demografi besar yang berpengaruh langsung atas kehidupan para remaja,” kata buku The Ambitious Generation—America’s Teenagers, Motivated but Directionless. ”Keluarga Amerika rata-rata semakin kecil, maka para remaja kemungkinan besar mempunyai lebih sedikit kakak adik. Dengan terus meningkatnya angka perceraian, semakin banyak anak menghabiskan sebagian masa kanak-kanak mereka bersama orang tua tunggal. Dan, ada lebih banyak ibu dari anak-anak di bawah usia delapan belas tahun yang harus bekerja, sehingga lebih kecil kemungkinannya ada orang dewasa di rumah."
 
Tidak soal anak-anak tinggal bersama satu atau bersama dua orang tua, banyak anak tidak merasa dekat dengan orang tua justru pada saat-saat mereka paling membutuhkannya. Sebuah penelitian yang memantau 7.000 remaja selama jangka waktu bertahun-tahun mendapati bahwa kebanyakan remaja menganggap orang tua mereka pengasih dan berpengertian. Meskipun demikian, ”hanya sepertiganya mengatakan bahwa mereka menerima perhatian khusus serta bantuan sewaktu mereka memiliki problem”. Penelitian itu juga mendapati bahwa ”bagi kebanyakan remaja, saat mereka menghadapi problem, orang tua justru tidak turun tangan dan menawarkan bantuan”. 
 
Di Jepang, ikatan keluarga yang dulunya kuat kini dirongrong hasrat akan kesuksesan materi. Yuko Kawanishi, profesor sosiologi, mengatakan, ”Kebanyakan orang tua dari para remaja dewasa ini berasal dari generasi pascaperang dunia kedua, dan bertumbuh dewasa sambil dicekoki seperangkat nilai baru yang menandaskan kesuksesan ekonomi dan keuntungan materi.” Nilai-nilai apa yang diteruskan para orang tua demikian kepada anak-anak mereka? ”Banyak orang tua dewasa ini hanya peduli dengan kesuksesan akademis anak-anak mereka,” kata Kawanishi. ”Asalkan anak-anak mereka belajar,” lanjutnya, ”semua hal lain di rumah menjadi nomor dua, atau bahkan tidak penting.” 
 
Apa dampak penekanan yang tidak seimbang atas kesuksesan materi dan pencapaian akademis demikian atas kaum muda? Di Jepang, media sering berbicara tentang kireru—istilah yang menggambarkan bagaimana anak muda secara mendadak lepas kendali sewaktu ditekan untuk tampil prima. ”Apabila anak-anak bertindak gila,” kata Kawanishi, ”hal itu mungkin karena mereka tidak merasa bahwa keluarga mereka mempunyai pengaruh yang mengekang atas perilaku mereka.”
Perilaku Merusak Diri
 
Menurut sebuah laporan pemerintah tahun 2006, penggunaan kokain di kalangan anak-anak usia 11 hingga 15 tahun di Inggris berlipat ganda dalam tempo satu tahun. Sekitar 65.000 anak muda mengatakan bahwa mereka telah mencoba memakai kokain. Di Belanda, lebih dari 20 persen kaum muda berusia antara 16 dan 24 tahun dilaporkan memiliki ketergantungan alkohol hingga taraf tertentu atau mengidap penyakit yang berhubungan dengan alkohol.

Banyak anak muda menyatakan tekanan batin mereka dengan cara yang lebih langsung. Mereka mengiris, menggigit, atau membakar tubuh mereka. ”Diperkirakan bahwa tiga juta orang Amerika punya kebiasaan mencederai diri, dan satu di antara setiap 200 remaja punya kebiasaan mencederai diri yang kronis,” kata periset Len Austin dan Julie Kortum.


[Catatan Kaki]
* Anak-anak muda yang menyendiri di kamar mereka begitu umum di Jepang sehingga mereka dijuluki hikikomori. Menurut perkiraan beberapa orang, ada antara 500.000 dan 1.000.000 hikikomori di Jepang.

Fakta Anak Pemalu dan Penyebabnya

0 comments

Anak ini senang sekali menyendiri dan melakukan sesuatu di dalam kamarnya,dan bahkan anak ini sangat cengeng sekali. Perasaan malu adalah perasaan gelisah yang dialami seseorang terhadap pandangan orang lain atas dirinya. Ada yang mengartikannya sebagai sesuatu yang “aneh”, “hati-hati”, “curiga” dan sebagainya.

Pada umumnya sejak lahir manusia telah memiliki sedikit perasaan malu, namun bila perasaan itu telah berubah menjadi semacam rasa takut yang berlebihan, maka hal itu akan menjadi suatu fobia, yaitu takut mengalami tekanan dari orang lain atau takut menghadapi masyarakat. Anak yang pemalu selalu menghindar dari keramaian dan tidak dapat secara aktif bergaul dengan temannya yang lain.

Guru tidak mudah mengetahui apakah muridnya seorang pemalu, sebab pada umumnya mereka tidak suka berbuat kegaduhan atau masalah. Sifat pemalu dapat menjadi masalah yang cukup serius sebab akan menghambat kehidupan anak, misalnya dalam pergaulan, pertumbuhan harga diri, belajar, dan penyesuaian diri. Umumnya ciri anak pemalu ialah terlalu sensitif, ragu-ragu, terisolir, murung, dan juga sulit bergaul. Jadi mereka perlu diberi bantuan.

PENYEBAB MASALAH

1. Unsur Keturunan
Hal ini merupakan faktor yang tidak langsung dan belum pasti. Sejak lahir anak tersebut terlihat agak sensitif dan kemungkinan hal itu terjadi karena pembawaan saat ibu yang ketika sedang mengandung mengalami tekanan jiwa maupun fisik. Namun ini juga belum dapat menjadi suatu bukti yang kuat apakah kelak anak yang sensitif itu akan menjadi seorang pemalu.

2. Masa Kanak-kanak Kurang Gembira
Ada sebagian anak yang mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan pada masa kanak-kanaknya. Misalnya orangtua sering berpindah- pindah, orangtua bercerai, orangtua meninggal, dipaksa pindah sekolah atau dihina oleh teman dan sebagainya. Semua pengalaman itu mengakibatkan terganggunya hubungan sosial mereka dengan lingkungan, suka menghindar atau mundur, dan tidak berani bergaul dengan orang yang tidak dikenal.

3. Kurang Bermasyarakat
Sifat pemalu akan terjadi bila anak hidup dengan latar belakang di mana ia diabaikan oleh orangtuanya, atau dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang mengasingkan diri, terlalu dikekang sehingga mereka tidak dapat mengalami hubungan sosial yang normal dengan masyarakat.

4. Perasaan Rendah Diri
Mungkin perasaan malu itu timbul karena anak bertubuh pendek, bersikap kaku atau punya kebiasaan yang jelek, lalu berusaha untuk menutupinya dengan cara menyendiri atau menghindari pergaulan dengan orang lain. Karena kurang rasa percaya diri dan beranggapan dirinya tidak sebanding dengan orang lain, ia tidak suka memperlihatkan diri di keramaian.

5. Pandangan Orang Lain
Banyak anak yang menjadi pemalu karena pandangan orang lain yang telah merasuk ke dalam dirinya sejak kecil. Mungkin orang dewasa sering mengatakan bahwa ia pemalu, bahkan guru dan teman-teman juga berpendapat sama, sehingga akhirnya ia benar-benar menjadi seorang pemalu.